Oleh:
Dr. mahmud bin Ahmad ad-Dosari
الخطبة الثانية
الْحَمْدُ لِلَّهِ… أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ.. وَمِنْ أَهَمِّ أَنْوَاعِ الْعِفَّةِ:
1- كَفُّ الْفَرْجِ عَنِ الْحَرَامِ: أَعْظَمُ صُورَةٍ لِلْعَفَافِ عَنِ الْحَرَامِ – بَعْدَ تَيَسُّرِ أَسْبَابِهِ، وَزَوَالِ مَوَانِعِهِ – هِيَ قِصَّةُ يُوسُفَ عَلَيْهِ السَّلَامُ مَعَ امْرَأَةِ الْعَزِيزِ؛ عِنْدَمَا هَيَّأَتْ لَهُ أَسْبَابَ الْفَاحِشَةِ، وَأَزَالَتِ الْمَوَانِعَ، وَسَهَّلَتْ أَسْبَابَ الْوُصُولِ إِلَيْهَا، إِلَّا أَنَّهَا قُوبِلَتْ بِجَوَابِ الْعَفِيفِ الطَّاهِرِ بِالِامْتِنَاعِ: ﴿ وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ ﴾ [يُوسُفَ: 23].
وَكُلُّ مَنْ تَحَلَّى بِعِفَّةِ يُوسُفَ، أَمَامَ مُغْرِيَاتِ الْفِتَنِ وَتَيَسُّرِهَا؛ فَهُوَ مُبَشَّرٌ بِأَنْ يَكُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّ عَرْشِ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ… وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا؛ قَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ…» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
وَلَا يَكُونُ الْمُتَعَفِّفُ عَنِ الْحَرَامِ عَفِيفًا إِلَّا بِشُرُوطٍ: أَلَّا يَكُونُ تَعَفُّفُهُ عَنِ الشَّيْءِ انْتِظَارًا لِأَكْثَرَ مِنْهُ، أَوْ لِأَنَّهُ لَا يُوَافِقُهُ، أَوْ لِجُمُودِ شَهْوَتِهِ، أَوْ لِاسْتِشْعَارِ خَوْفٍ مِنْ عَاقِبَتِهِ، أَوْ لِأَنَّهُ مَمْنُوعٌ مِنْ تَنَاوُلِهِ، أَوْ لِأَنَّهُ غَيْرُ عَارِفٍ بِهِ لِقُصُورِهِ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ لَيْسَ بِعِفَّةٍ[انظر: الذريعة إلى مكارم الشريعة، (ص225)].
Khutbah Kedua
Segala puji hanya bagi Allah.
Wahai kaum Muslimin!
Di antara bentuk sikap menjaga kehormatan diri adalah:
1. Menjaga kemaluan dari hal yang diharamkan
Contoh terbesar dari sikap menjaga kehormatan diri dari hal yang diharamkan —setelah terpenuhinya faktor-faktor pendukung dan lenyapnya faktor-faktor penghalang untuk melakukan perkara haram itu— adalah kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam dengan istri majikannya. Ketika wanita itu telah menyiapkan baginya segala faktor pendukung, menghilangkan segala faktor penghalang, dan memuluskan jalan untuk berbuat zina dengannya, tapi wanita tersebut mendapat jawaban penolakan dari sosok yang mulia dan suci ini.
“Perempuan —yang Yusuf tinggal di rumahnya— menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, ‘Marilah mendekat kepadaku!’ Yusuf berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.’” (QS. Yusuf: 23).
Setiap orang yang menghiasi dirinya dengan kehormatan diri seperti Nabi Yusuf di hadapan godaan berbagai fitnah dan kemudahan untuk menggapainya, adalah orang yang akan mendapat kabar gembira pada hari Kiamat kelak berupa naungan ‘arsy Allah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ… وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا؛ قَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada Hari Kiamat dengan naungan-Nya, pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, (di antaranya) laki-laki yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik jelita untuk berzina dengan dirinya, lalu ia menjawab, ‘Aku takut kepada Allah!’” (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).
Seseorang tidak akan menjadi orang yang menjaga kehormatan diri dari hal yang diharamkan kecuali dengan beberapa syarat: yaitu orang tersebut menjaga kehormatan dirinya bukan karena menunggu perkara haram yang lebih banyak, karena tidak selaras dengan dirinya, karena syahwatnya tidak tertarik terhadapnya, karena merasa takut dari akibat buruknya, karena ia tidak dapat melakukannya, atau karena ia tidak memahaminya, ini semua bukanlah bagian dari sifat menjaga kehormatan diri. (Lihat: Kitab Adz-Dzari’ah ila Makarim asy-Syari’ah hlm. 225).
2- كَفُّ النَّفْسِ عَنِ التَّشَوُّفِ لِأَمْوَالِ النَّاسِ: فَقَدْ نَهَى اللَّهُ تَعَالَى عَنْ تَمَنِّي مَا أَنْعَمَ بِهِ عَلَى بَعْضِ عِبَادِهِ مِنْ أَنْوَاعِ النِّعَمِ، فَقَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿ وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ ﴾ [النِّسَاءِ: 32]، وَامْتَدَحَ الْفُقَرَاءَ الْمُتَعَفِّفِينَ عَنْ أَمْوَالِ النَّاسِ، الَّذِينَ لَا يُظْهِرُونَ حَاجَتَهُمْ لِلنَّاسِ، وَلَا يَسْتَجْدُونَ عَطَاءً مِنْ أَحَدٍ: ﴿ لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ﴾ [الْبَقَرَةِ: 273]؛ فَالْجَاهِلُ بِأَمْرِهِمْ وَحَالِهِمْ يَحْسَبُهُمْ أَغْنِيَاءَ، مِنْ تَعَفُّفِهِمْ فِي لِبَاسِهِمْ وَحَالِهِمْ وَمَقَالِهِمْ؛ لِأَنَّهُمْ لَا يَلِحُّونَ فِي الْمَسْأَلَةِ، وَلَا يُكَلِّفُونَ النَّاسَ مَا لَا يَحْتَاجُونَ إِلَيْهِ، وَلَا يَعْرِفُهُمْ إِلَّا أَصْحَابُ الْفِرَاسَةِ[انظر: تفسير ابن كثير، (1/ 704)]، فَهَؤُلَاءِ هُمُ الْمَسَاكِينُ الْمُسْتَحِقُّونَ لِلْمَعُونَةِ وَالْإِكْرَامِ، وَلَيْسَ الَّذِينَ يَطْرُقُونَ أَبْوَابَ النَّاسِ، وَيَسْأَلُونَهُمُ الْعَوْنَ، وَيَتَشَوَّفُونَ لِمَا فِي أَيْدِيهِمْ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ، فَتَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ»، قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ، وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
وَلَمَّا جَاءَ أُنَاسٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، حَتَّى نَفِدَ مَا عِنْدَهُ، ثُمَّ قَالَ لَهُمْ – مُعَلِّمًا وَمُرْشِدًا: «مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
وَلَا يَنْبَغِي لِلْمُؤْمِنِ الْوَاثِقِ بِفَضْلِ رَبِّهِ، الْمُتَعَفِّفِ عَنْ عَطَاءِ غَيْرِهِ، أَنْ يَشْكُوَ فَاقَتَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ تَعَالَى، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللَّهِ أَوْشَكَ اللَّهُ لَهُ بِالْغِنَى؛ إِمَّا بِمَوْتٍ عَاجِلٍ، أَوْ غِنًى عَاجِلٍ» حَسَنٌ – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.
2. Menahan diri dari ketertarikan terhadap harta orang lain
Allah Ta’ala telah melarang kita dari mengharapkan apa yang telah dikaruniakan kepada sebagian hamba-Nya yang lain. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain” (QS. An-Nisa: 32).
Allah juga memuji orang-orang fakir yang menjaga kehormatan dirinya dari harta orang lain yang tidak menampakkan kekurangannya kepada orang lain dan tidak mengharap pemberian dari seorang pun. Allah Ta’ala berfirman:
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا
“(Apapun yang kamu infakkan) diperuntukkan bagi orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah dan mereka tidak dapat berusaha di bumi. Orang yang tidak mengetahuinya mengira bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara diri dari mengemis. Engkau (Nabi Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya (karena) mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain” (QS. Al-Baqarah: 273).
Orang yang tidak mengetahui keadaan mereka akan mengira bahwa mereka itu orang-orang kaya, karena mereka menjaga kehormatan diri dalam berpakaian, keadaan, dan ucapan mereka, sebab mereka tidak meminta kepada orang lain dengan gigih, tidak membebani orang lain dengan apa yang tidak mereka butuhkan, dan mereka tidak akan dapat diketahui hakikat keadaannya kecuali oleh orang-orang yang berfirasat kuat. (Lihat: Kitab Tafsir Ibn Katsir jilid 1 hlm. 704).
Mereka adalah orang-orang miskin yang layak mendapat bantuan dan penghormatan, bukan orang-orang yang mengetuk pintu rumah orang lain untuk mengemis bantuan dan mengharapkan harta yang dimiliki orang lain. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ، فَتَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ، وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا
“Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling untuk meminta-minta kepada orang lain, lalu ia diberi satu dua suap, atau satu dua butir kurma.” Para sahabat bertanya, “Lalu siapa itu orang miskin, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang yang tidak punya orang kaya yang mencukupi kekurangannya, dan tidak dapat dikenali keadaannya sehingga dapat dibantu, serta tidak meminta apapun dari orang lain.” (HR. Muslim).
Suatu ketika datang sekelompok orang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu mereka meminta kepada beliau, dan beliau pun memberi mereka. Lalu mereka meminta kepada beliau lagi, dan beliau pun memberi mereka, hingga habis apa yang beliau miliki. Kemudian beliau bersabda —sebagai pelajaran dan arahan bagi mereka—:
مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Harta yang aku miliki tidak akan aku simpan sendiri dari kalian. Barang siapa yang memohon kehormatan diri, niscaya Allah akan menjadinya dapat menjaga kehormatan diri, barang siapa yang memohon kecukupan kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya, dan barang siapa yang berusaha bersabar, niscaya Allah akan membuatnya mampu bersabar. Tidaklah seseorang dikaruniai pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari).
Tidak selayaknya bagi orang beriman yang percaya dengan karunia Tuhannya dan menjaga kehormatan dirinya dari menunggu pemberian orang lain untuk mengeluhkan kemiskinannya kecuali kepada Allah Ta’ala. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللَّهِ أَوْشَكَ اللَّهُ لَهُ بِالْغِنَى؛ إِمَّا بِمَوْتٍ عَاجِلٍ، أَوْ غِنًى عَاجِلٍ
“Barang siapa yang ditimpa kemiskinan, lalu ia mengeluhkannya kepada manusia, maka kemiskinannya tidak akan dihentikan, dan barang siapa yang mengeluhkannya kepada Allah, maka Allah akan menjadikannya mendekati keberkecukupan, baik itu dengan kematian yang disegerakan, atau dengan keberkecukupan yang disegerakan.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud).
3- كَفُّ الْجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ: فَهَذَا مِنْ تَمَامِ الْعِفَّةِ، وَلَا تَتِمُّ الْعِفَّةُ لِلْإِنْسَانِ حَتَّى يَكُونَ عَفِيفَ الْيَدِ، وَاللِّسَانِ، وَالسَّمْعِ، وَالْبَصَرِ؛ فَمَنْ عُدِمَ عِفَّةَ اللِّسَانِ: وَقَعَ فِي جُمْلَةٍ مِنَ الْكَبَائِرِ؛ كَالسُّخْرِيَةِ، وَالْغِيبَةِ، وَالْهَمْزِ، وَالنَّمِيمَةِ، وَالتَّنَابُزِ بِالْأَلْقَابِ! وَمَنْ عُدِمَهَا فِي الْبَصَرِ: مَدَّ عَيْنَهُ إِلَى الْمُحَرَّمَاتِ، وَزِينَةِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا الْمُوَلِّدَةِ لِلشَّهَوَاتِ الرَّدِيئَةِ، وَمَنْ عُدِمَهَا فِي السَّمْعِ: أَصْغَى لِسَمَاعِ الْقَبَائِحِ، وَمَا حَرَّمَهُ اللَّهُ تَعَالَى.
وَعِمَادُ عِفَّةِ الْجَوَارِحِ كُلِّهَا: أَلَّا يُطْلِقَهَا صَاحِبُهَا فِي شَيْءٍ مِمَّا يَخْتَصُّ بِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهَا، إِلَّا فِيمَا يُسَوِّغُهُ الْعَقْلُ وَالشَّرْعُ، دُونَ الشَّهْوَةِ وَالْهَوَى[انظر: الذريعة إلى مكارم الشريعة، (ص224)].
وَقَدْ أَثْنَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْأَنْصَارِ؛ بِأَنَّهُمْ أَهْلُ عَفَافٍ وَصَبْرٍ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْأَنْصَارُ أَعِفَّةٌ صُبُرٌ» صَحِيحٌ – رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ.
3. Menahan anggota badan dari dosa-dosa
Ini merupakan sikap menjaga kehormatan diri yang paling sempurna. Seseorang tidak akan sempurna kehormatan dirinya, hingga ia dapat menjaga tangan, lisan, pendengaran, dan penglihatannya. Orang yang tidak punya kehormatan diri pada lisannya, ia akan terjerumus ke dalam beberapa dosa besar, seperti melecehkan orang lain, membicarakan keburukan orang lain, membisikkan kejelekan orang lain, menyebarkan aib orang lain, dan menyematkan sebutan-sebutan buruk bagi orang lain.
Adapun orang yang tidak punya kehormatan diri pada penglihatannya, ia akan mengarahkan pandangannya kepada hal-hal yang haram dilihat, dan kenikmatan dunia yang melahirkan syahwat yang keji. Sedangkan orang yang tidak punya kehormatan diri pada pendengarannya, ia akan mendengarkan ucapan-ucapan buruk dan hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala.
Kaidah dalam menjaga kehormatan anggota badan adalah dengan tidak menggunakan setiap anggota badan itu dalam hal yang berkaitan dengan masing-masing anggota badan kecuali dalam hal yang dibolehkan secara akal dan syariat, tanpa didasari syahwat dan hawa nafsu. (Lihat: Kitab Adz-Dzari’ah ila Makarim asy-Syari’ah hlm. 224).
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memuji kaum Anshar karena mereka adalah orang-orang yang menjaga kehormatan dan senantiasa bersabar. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
الْأَنْصَارُ أَعِفَّةٌ صُبُرٌ
“Orang-orang Anshar adalah orang-orang yang menjaga kehormatan dan penyabar.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban).
Sumber:
النفس: فضائلها وأنواعها (خطبة)
Sumber PDF
🔍 Niat Puasa Nikah, Tri Tauhid, Abu Lu Lu Ah, Jama Taqdim Adalah, Hukum Sunat
Visited 1 times, 1 visit(s) today
Post Views: 2

Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
