Permintaan Maaf Dapat Merobohkan Tembok Penyekat – KonsultasiSyariah.com


Untuk pasangan: Meminta maaf meruntuhkan tembok

Oleh:

Sahr Fuad Ahmad

Kesombongan dan kesombongan seringkali menguasai kita, dan kita tidak memiliki kemampuan untuk melihat diri kita salah, percaya bahwa mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah bukti kelemahan, yang menjauhkan kita dari orang lain. Hubungan bisa terhenti dan jembatan komunikasi dengan mereka mungkin terputus karena kita tidak berinisiatif mengucapkan kata maaf yang tulus.

Sering kali kita terbawa oleh perasaan sombong dan angkuh, dan kita tidak punya kemampuan untuk melihat diri kita bersalah, dengan keyakinan bahwa mengakui kesalahan dan memohon maaf atas kesalahan itu merupakan tanda kelemahan. Padahal ini menjadi salah satu hal yang memperjauh jarak antara kita dengan orang lain, bahkan bisa jadi hubungan menjadi dingin dan terputusnya jembatan penghubung dengan mereka, karena kita tidak segera mengerahkan ucapan yang tulus untuk meminta maaf.

Ungkapan “Saya minta maaf” sering kali menjernihkan suasana, membuka pintu toleransi dan komunikasi, dan memberikan kesempatan untuk memulai kembali. Hal ini juga membawa kepercayaan, kejujuran, dan kerendahan hati, dan ini adalah beberapa kualitas terindah yang dapat dibagikan oleh orang-orang.

Kalimat “Saya minta maaf” sering kali mampu menjernihkan suasana, membuka pintu saling memaafkan dan kembali menjalin hubungan, memberi kesempatan untuk memulai kembali lembaran baru, sebagaimana ia juga mampu mengundang kepercayaan diri, sikap amanah, dan rendah hati. Ini tentu merupakan sifat-sifat terpuji yang dapat dibagi dengan banyak orang.

Jika permintaan maaf dianggap sebagai syarat keberlangsungan suatu hubungan, apalagi hubungan perkawinan yang tumbuh dan dikuatkan dengan kasih sayang, kasih sayang, dan toleransi. Kedua pasangan tidak boleh menunggu pasangannya mengetahui kesalahannya, lalu merencanakan agar dia merespons kesalahan tersebut dengan kesalahan yang lebih besar. Keduanya tetap berada dalam lingkaran kesalahan menunggu pasangan sombongnya meminta maaf. Dia mungkin tidak terlalu kecewa dengan kesalahan pasangannya seperti halnya dia tidak melakukan kesalahan. Minta maaf padanya!!

Apabila permintaan maaf termasuk unsur pokok dalam keberlangsungan hubungan apapun, maka bagaimana menurutmu dengan hubungan dalam rumah tangga yang hanya bisa tumbuh dan menguat dengan hadirnya rasa cinta, kasih sayang, dan toleransi? Sehingga setiap suami dan istri janganlah menanti-nanti kesalahan timbul dari pasangannya dan bahkan menyusun langkah untuk menjerumuskannya ke dalam kesalahan, agar ia mampu membalas kesalahan dengan kesalahan yang lebih besar itu, sehingga kedua pihak itu terus berkutat dalam lingkaran kesalahan untuk menunggu permohonan maaf dari pasangannya yang enggan meminta maaf.

Bahkan bisa jadi ia merasaan terganggu atas kesalahan yang diperbuat oleh pasangannya tidak lebih besar daripada perasaan terganggunya ketika pasangannya tidak meminta maaf atas kesalahan itu.

Banyak permasalahan dalam rumah tangga yang bermula dari salah satu pasangan – terutama suami – yang bersikap sombong dan tidak mau meminta maaf kepada pasangannya jika ia membuatnya marah. Kebanyakan pria menolak meminta maaf dan tidak suka mengakui kesalahan, karena mereka menganggap momen permintaan maaf adalah salah satu momen tersulit dalam hidup mereka. Hal ini ditegaskan oleh Dr. Code Wall, pakar hubungan perkawinan, dengan mengatakan: Kebanyakan pria merasa bahwa sebagian besar harga diri mereka akan hilang jika mereka meminta maaf atau mengakui kesalahan. Yang bersalah pastilah yang kalah, dan manusia benci kekalahan.

Banyak masalah rumah tangga timbul dari keangkuhan salah satu dari suami dan istri —terlebih lagi dari pihak suami— dan kegengsian untuk meminta maaf kepada pasangannya saat membuatnya marah.

Mayoritas suami akan gengsi untuk meminta maaf dan tidak suka mengakui kesalahannya, karena mereka menganggap meminta maaf merupakan momen tersulit dalam hidup mereka. Inilah yang ditegaskan oleh Dr. Coldwell, spesialis dalam bidang relationship, yang berkata, “Mayoritas kaum pria merasa bahwa sebagian besar kewibawaan mereka akan hilang jika mereka mengajukan permohonan maaf atau mengakui kesalahan, karena orang yang salah pasti kalah, sedangkan kaum pria tidak menyukai kekalahan.”

Ada lagi contoh pasangan yang terburu-buru meminta maaf meski tidak diminta, bukan karena merasa harus meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya, melainkan demi mengakhiri pertengkaran dan pertengkaran secepat mungkin. Orang-orang ini bisa dibilang sangat bijaksana dan bijaksana jika mampu menyembunyikan alasan tersebut… namun yang disayangkan dan disesalkan adalah mereka getol menunjukkannya!

Namun, ada model lain dari suami, yaitu yang terburu-buru meminta maaf meski tidak diminta untuk melakukan itu. Ini bukan karena mereka sadar akan keharusan untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah mereka lakukan, tapi karena mereka ingin segera menyelesaikan perselisihan dan perdebatan secepat mungkin.

Suami model ini mungkin bisa disebut punya kadar yang besar dari keteguhan dan kebijaksanaan seandainya mereka mampu menyembunyikan sebab perilaku ini. Hanya saja, sangat disayangkan bahwa yang mendorong mereka melakukan itu adalah semangat mereka dalam menunjukkan kesalahan.

Dr Sayed Sobhi, profesor kesehatan mental, mengatakan:

Permintaan maaf diperlukan, dan siapa pun yang melakukan kesalahan harus meminta maaf. Tidak ada kesombongan, sebaliknya orang yang menolak meminta maaf akan menjadi penuh kebencian di mata orang lain. Meminta maaf adalah perilaku yang beradab di antara orang-orang pada umumnya dan pasangan pada khususnya. Suami yang melakukan kesalahan, karena perasaannya yang luhur, harus berusaha meminta maaf di hadapan istrinya, dan siapa pun yang menolak meminta maaf kepada istrinya karena harkat dan martabatnya tidak memungkinkan, dianggap sakit jiwa. Martabat yang hakiki dan luhur adalah kita mohon maaf apabila berbuat salah.

Sayyid Subhi, pakar kesehatan jiwa mengatakan, “Meminta maaf adalah suatu keharusan. Siapa pun yang berbuat salah, hendaknya meminta maaf. Tidak perlu sombong, karena orang yang tidak mau meminta maaf akan dibenci di mata orang lain.

Meminta maaf merupakan karakter beradab, baik itu antarsesama manusia secara umum atau antara suami istri secara khusus. Suami yang melakukan kesalahan harus berusaha —meski dengan dorongan perasaan terhormatnya di depan istrinya — untuk meminta maaf.

Orang yang menolak untuk meminta maaf kepada istrinya karena alasan kehormatan dan kejantanannya tidak membiarkannya melakukan itu, maka ia termasuk orang yang punya gangguan kejiwaan, karena kehormatan yang tertuang dalam tindakan yang terpuji adalah dengan meminta maaf jika kita melakukan kesalahan.”

Adapun Dr Yousry Abdel Mohsen, profesor psikologi di Universitas Ain Shams, mengatakan bahwa ajaran agama kita mendorong kita untuk meminta maaf, dan Tuhan Yang Maha Esa menerima taubat dari ibadah dan memohon ampun. Artinya, jika seseorang melakukan kesalahan dalam kehidupan duniawinya, maka ia harus menyesali kesalahannya dan pintu maaf pun terbuka. Meminta maaf bukanlah suatu cacat, melainkan berarti keberanian, kekuatan, dan kenikmatan kepribadian yang sehat dan terintegrasi dari sang pembela, serta pengetahuannya tentang keterbatasannya sendiri dan perasaannya terhadap orang lain.

Sedangkan Dr Yusro Abdul Muhsin, pakar psikologi Universitas Ain Syams mengatakan, “Ajaran agama kita menganjurkan kita untuk memohon ampun. Allah Subhanahu wa Ta’ala SWT menerima taubat dan permohonan ampun dari hamba-hamba-Nya, artinya ketika seseorang melakukan kesalahan dalam kehidupan duniawinya, hendaknya ia berhenti melakukan kesalahan tersebut, dan pintu maaf tetap terbuka baginya.

Meminta maaf bukanlah suatu aib karena itu menunjukkan keberanian dan keteguhan orang yang meminta maaf, dan menjadi tanda bahwa ia memiliki kepribadian yang normal dan sempurna, dan bukti pengetahuannya terhadap batas-batas dirinya dan perasaannya terhadap orang lain.”

Pakar sosial Dr Ahmed Al-Majdoub membenarkan bahwa kejantanan mengharuskan suami meminta maaf jika berbuat salah kepada istrinya atau orang lain, karena kejantanan berarti kejujuran dan kesatriaan. Ketika seorang pria meminta maaf, dia tidak melupakan istrinya atau membuat segala sesuatunya mudah bagi istrinya, namun sebaliknya nilai dirinya meningkat di mata istrinya dan dia memberinya pelajaran tentang kejujuran, kesatriaan, dan harga diri. Meminta maaf bukanlah kelemahan. Sebaliknya kelemahan adalah menyembunyikan kesalahan dan terus bersikap sombong. Adapun laki-laki yang percaya diri dan menghargai dirinya sendiri, tidak akan kesulitan baginya untuk meminta maaf, dan kemudian ia akan menjadi panutan bagi istrinya.

Hal ini ditegaskan juga oleh pakar sosiologi, Dr. Ahmad Al-Majdub bahwa sikap jantan mengharuskan suami untuk meminta maaf apabila berbuat kesalahan terhadap hak istrinya atau siapa pun itu. Sebab, kejantanan berarti sikap benar dan gagah. Ketika suami meminta maaf, kehormatannya tidak akan jatuh di hadapan istrinya atau menjadi rendah baginya. Bahkan, justru nilainya akan semakin tinggi di pandangan istri, dan itu sekaligus mengajarkan kepada istri sikap amanah, kegagahan, dan penghormatan diri.

Meminta maaf bukanlah kelemahan, dan justru kelemahan adalah menyembunyikan kesalahanmu dan terus mengelak untuk meminta maaf. Adapun suami yang percaya diri dan menghormati dirinya tidak akan merasa menahan diri untuk meminta maaf, dan pada waktunya ia akan menjadi teladan bagi istrinya.”

Jika Anda yakin bahwa harga diri dan martabat Anda tidak memungkinkan Anda mengambil inisiatif dan meminta maaf, ada cara tidak langsung yang akan membantu Anda melakukannya:

• Bila salah satu dari Anda meninggalkan pasangan Anda dalam keadaan marah, jangan pulang ke rumah tanpa membawa hadiah, dan jadikanlah bunga mawar yang mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran Anda.

• Permintaan maaf dapat ditulis pada kue dan disajikan dengan teh di malam hari.

• Piknik memperbaharui semangat dan kehidupan serta menjauhkan kegugupan, rutinitas dan kebosanan.

• Jika memang perlu untuk mencela, maka sebaiknya kalian berdua saling mendengarkan, dan tidak ada salahnya jika kalian mengatakan kepada pasangan kalian, “Kamu benar.”

• Ingat-ingat kembali situasi lucu yang terjadi pada Anda atau hanya pada salah satu dari Anda. Tertawa adalah sarana penting komunikasi emosional yang positif dan kesempatan untuk pembaruan serta kemurnian jiwa dan roh.

• Menerima permintaan maaf dengan ramah.

Apabila kalian berdua —wahai suami dan istri— meyakini bahwa kemuliaan dan kehormatan diri tidak membiarkan kalian untuk segera mengajukan permintaan maaf, maka ada banyak cara tidak langsung yang dapat membantu kalian untuk meminta maaf, di antaranya:

  • Ketika salah satu dari kalian meninggalkan pasangannya dalam keadaan marah, janganlah kamu pulang ke rumah tanpa membawa hadiah, bisa berupa bunga mawar sebagai bentuk ungkapan atas perasaan yang terpendam dalam hati.
  • Mungkin juga dengan menulis ungkapan permintaan maaf di atas sepotong kue dan menyuguhkannya bersama secangkir teh pada sore hari.
  • Rekreasi yang dapat menyegarkan ruh dan hidup, dan menghilangkan ketegangan, rutinitas, dan kebosanan.
  • Jika memang harus terjadi perdebatan, maka masing-masing hendaknya berusaha untuk diam. Dan apa salahnya jika Anda berkata pada pasangan Anda, “Iya, kamu benar!”
  • Ceritakan kembali momen-momen unik dan lucu yang terjadi antara kalian atau salah satu dari kalian, karena canda tawa merupakan cara penting untuk membangun hubungan perasaan yang positif, dan cocok untuk menyegarkan dan menjernihkan perasaan dan jiwa.
  • Terimalah permintaan maaf tersebut dengan murah hati.

Banyak orang menolak untuk meminta maaf karena takut tidak diterima dengan baik oleh pihak lain, yang mungkin tidak memperhatikan masalah tersebut, atau menanggapi dengan merendahkan dengan beberapa komentar yang meremehkan permintaan maaf tersebut, dan mungkin sama sekali tidak menerima permintaan maaf tersebut!! Tidak dapat dipungkiri bahwa kurangnya fleksibilitas atau kemampuan menerima permintaan maaf akan memperumit masalah jika tidak menimbulkan masalah baru. Di masa depan, pelaku kesalahan akan menjadi kurang proaktif dalam meminta maaf, dan mungkin terus melakukan kesalahannya untuk memprovokasi pihak lain.

Banyak orang yang menolak untuk mengajukan permintaan maaf karena takut tidak diterima dengan baik oleh pihak lain yang mungkin tidak menganggap itu penting, atau membalasnya dengan angkuh disertai komentar-komentar yang merendahkan permintaan maaf. Bahkan, bisa jadi permintaan maaf benar-benar ditolak sepenuhnya!

Tidak diragukan lagi bahwa ketidakmampuan untuk menerima permintaan maaf dapat memperumit masalah yang ada, kalau memang tidak menyebabkan masalah-masalah baru. Hal ini akan membuat orang yang bersalah suatu saat nanti lebih lambat dalam meminta maaf, atau bahkan terus melakukan kesalahannya untuk menyinggung pihak lain.

Menawarkan dan menerima permintaan maaf merupakan bagian integral dari hubungan yang indah dan kuat. Permintaan maaf adalah kesempatan bagus untuk memperdalam cinta dan berbagi. Ketika kita menerima permintaan maaf, besar kemungkinan pasangan hidup kita akan menerima permintaan maaf kita ketika giliran kita yang meminta maaf.

Mengajukan dan menerima permohonan maaf merupakan bagian yang saling melengkapi dalam hubungan yang baik dan kuat; karena permohonan maaf merupakan kesempatan bagus untuk memperdalam rasa cinta dan kebersamaan. Ketika kita menerima permintaan maaf, akan ada kemungkinan besar di masa depan bahwa pasangan hidup kita juga akan menerima permintaan maaf kita saat datang giliran kita untuk meminta maaf.

Sumber:

Meminta maaf meruntuhkan tembok

Sumber artikel GDF

🔍 Ziarah Kubur Wanita, Suami Minum ASI, Potong Bulu Mata, Amalan Pagar Badan dari Serangan Gaib, Asal Usul Syekh Siti Jenar

Dikunjungi 1.280 kali, 1 kunjungan hari ini


Tampilan Postingan: 147

QRIS Donasi Yufid


News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door